Di Tengah keramaian kota Makassar, di sebuah rumah sederhana, tinggal janda bernama Maya. Suaminya, Arman, adalah seorang prajurit aktif yang terlibat dalam operasi militer selain perang. Kematian Arman, yang terjadi dalam misi penyelamatan bencana, menyisakan luka mendalam di hati Maya dan Putra mereka, Riko yang masih lima tahun.
Hari-hari dilalui, dan Maya berjuang untuk menjalani hidup tanpa kehadiran Arman, Ia bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun setiap malam, rasa kehilangan menyergapnya dengan lebih dalam. Suatu hari, saat sedang duduk di teras rumah, Riko menghampirinya dengan wajah ceria.
”Mama, lihat! Ada berita di internet!” Riko menunjukkan layar ponsel yang ia ambil dari meja.
Maya melihat dengan seksama. Ternyata, ada pengumuman dari Spers Lantamal VI yang menyatakan bahwa Spers Lantamal VI kini membuka layanan penyaluran hak-hak ahli waris secara online. Hatinya bergetar. Selama ini, ia tidak tahu bahwa hak-hak tersebut dapat diakses dengan lebih mudah. Selama berbulan-bulan, ia terjebak dalam ketidakpastian dan duka yang mendalam.
Namun, saat hatinya berbunga harapan, paradoks mulai muncul. Maya mengingat betapa ia sering mendengar cerita tentang birokrasi yang rumit dan panjang, harapan baru ini terasa seperti angin segar, tetapi juga seakan menggambarkan ketidakadilan yang lebih besar - kenapa infromasi ini tidak sampai padanya lebih cepat?
Mayapun membuka situs tersebut. Prosesnya tampak sederhana, tetapi setiap langkah yang dilalui seakan menjadi pengingat akan segala yang telah hilang. Ia mengisi formulir dengan air mata yang tak tertahan, menceritakan tentang Arman dan bagaimana ia mengorbankan hidupnya untuk negara. Di satu sisi, ia merasa bersyukur ada kemudahan ini, tetapi di sisi lain, ia merasa terasing. Kenapa semua ini baru datang setelah rasa kehilangan yang begitu dalam?
Hari demi hari berlalu, Maya menunggu balasan dari pihak Spers Lantamal VI. Ketidakpstian itu menyiksa. Suatu malam, saat ia sedang menenangkan Riko yang tertidur, ponselnya berbunyi. Ada notifikasi. Dengan degup jantung yang cepat, ia membuka pesan itu.
Pesan tersebut menyatakan bahwa proses penyaluran hak-hak ahli warisnya telah disetujui. Seakan terbangun dari mimpi buruk, Maya merasakan campur aduk antara rasa syukur dan kesedihan. Ia akhirnya bisa mendapatkan hak-hak yang seharusnya diperoleh Arman. Namun, dalam hatinya, ada suara yang berbisik: ”Apa gunanya semua ini tanpa kehadiranmu, Arman?”
Maya menatap Riko yang tertidur lelap. Ia berjanji pada dirinya sendiri, apapun yang terjadi, ia akan melanjutkan perjuangan ini untuk anaknya. Di balik kebahagiaan yang baru ditemukan, ada kesadaran akan paradoks kehidupan yang mengajarkan bahwa terkadang, hal-hak yang baik datang setelah pengalaman pahit yang tak terduga.
Dengan keberanian baru, Maya siap untuk menjalani langkah berikutnya-menyalurkan hak-hak itu bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai penghormatan untuk Arman, pahlawan yang selamanya hidup di dalam hatinya.
0 comments:
Post a Comment